ANALISIS MIMETIK CERITA ANAK ”ULUNG TAHUN SI SITI”
A. Latar Belakanag
Sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran kemanusiaan. Sastra juga menawarkan berbagai bentuk kisah yang merangsang pembaca untuk berbuat sesuatu. Apalagi pembacanya adalah anak-anak yang fantasinya baru berkembang dan menerima segala macam cerita terlepas dari cerita itu masuk akal atau tidak. Sebagai karya sastra tentulah berusaha menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan, mempertahankan, serta menyebarluaskannya termasuk kepada anak-anak.
Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak dituntut untuk dikemas dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak merupakan pembayangan atau pelukisan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya. (Puryanto, 2008: 2)
Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya. (Wahidin, 2009)
Menurut Hunt (dalam Witakania, 2008: mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka.
Tarigan (1995: 5) mengakatakan bahwa buku anak-anak adalah buku yang menempatkan mata anak-anak sebagai pengamat utama, mata anak-anak sebagai fokusnya. Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak.
Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Jenis sastra anak meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam sastra anak sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan. (Wahidin, 2009).
Pendekatan mimetik berawal dari asumsi bahwa kehidupan dalam karya sastra dapat mempunyai sistem sosial yang dapat disamakan dengan sistem sosial masyarakat. Sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial. Sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu.
Karya sastra adalah dunia fiksi yang bertolaah dari kenyataan. Tidak ada karya sastra yang sepenuhnya meneladani kenyataan, namun tidak ada juga yang sepenuhnya fiksi. Apabila karya sastra sepenuhnya kenyataan maka karya sastra tersebut akan berubah menjadi karya sejarah dan apabila sepenuhnya fiksi tidak akan ada seorang pun yang mampu memahaminya.
Dari beberapa uraian di atas penulis akan menganalisis cerita anak ”Ulang Tahun Si Siti” dengan kritik mimetik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh karya sastra terhadap sosial masyarakat, lingkungan anak, dan pengaruh sosial masyarakat terhadap karya sastra dengan menggunakan kajian kritik mimetik.
B. Tujuan Analisis
Dalam mengkaji suatu karya sastra secara mimetik, dalam hal ini adalah cerpen anak, selalu memiliki sebuah tujuan, yaitu untuk mengetahui lingkungan anak, pengaruh sosial anak, dan dunia anak-anak.
C. Metode Pengkajian
Untuk mengetahui nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen anak “Ulang Tahun Si Siti”, akan digunakan pendekatan atau teori mimetik yang akan memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca.
D. Teori Pendekatan Mimetik
Secara mimetik dalam proses penciptaan karya sastra (seni), sastrawan/seniman tentu saja telah melakukan pengamatan yang seksama terhadap kehidupan manusia dalam dunia nyata dan lalu membuat perenungan terhadap kehidupan itu sebelum menuangkan dalam karya sastra (seni)-nya. Dengan demikian karya sastra pada hakikatnya adalah tanggapan seseorang (pengarang) terhadap situasi di sekelilingnya.
Pandangan semacam ini berangkat dari pemikiran bahwa karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud karena adanya peniruan dan dipadukan dengan imajinasi pengarang terhadap realitas alam atau kehidupan manusia.
Berbicara mengenai pandangan mimetik terhadap karya sastra itu, pada dasarnya tidak dilepaskan dari pemikiran Plato. Dalam hubungan ini, Plato, dalam dialognya dengan Socrates, mengemukakan bahwa semua karya seni (termasuk karya sastra) merupakan tiruan (imitation). ‘Tiruan’ merupakan istilah relasional, yang menyaran adanya dua hal, yakni: yang dapat ditiru (the imitable) dan tiruannya (the imitation) dan sejumlah hubungan antara keduanya. Hubungan dua hal tadi terlihat dalam tiga kategori: (a) adanya ide-ide abadi dan ide-ide yang tidak bisa berubah (the eternal and unchanging Ideas), (b) adanya refleksi dari ide abadi dalam wujud dunia rekaan baik natural maupun artifisial, dan (c) adanya refleksi dari kategori kedua sebagaimana terlihat adanya suatu bayangan dalam air dan cermin dan karya-karya seni ( Abrams, l971 : 8).
Pengertian mimetik mula-mula dinyatakan oleh Plato dan Aristoteles, tetapi keduanya berbeda dalam menafsirkan makna mimetik. Karya sastra merupakan jiplakan dari kenyataan. Sedangkan Aristoteles berpendapat lain bahwa mimetik tidak semata-mata menjiplak kenyataan, tetapi merupakan sebuah proses kreatif; pengarang sambil bertitik pangkal pada kenyataan, menciptakan sesuatu yang baru (dalam Luxembrug dkk., terjemahan Hartoko, 1986: 16-17). Sedangkan M.H. Abrams mengatakan bahwa orientasi mimetik menjelaskan seni pada prinsipnya sebuah tiruan dari aspek alam (1953: 8). Andre Haryana berpendapat bahwa aspek mimetik merupakan unsur luar yang sangat berpengaruh dalam proses terciptanya suatu karya sastra, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan roman atau novel yang besar lewat daya khayal pengarangnya adalah sebuah penafsiran kembali dari persoalan-persoalan masyarakat, termasuk sejarah dan pengalaman sosial manusia dalam lingkungan hidup dan jamannya. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa analisis mimetik berdasarkan pada relevansi antara karya sastra dengan kenyataan yang merupakan proses kreatif pengarang berdasarkan pengalaman hidupnya.
Secara Umum Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mendasarkan pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Tetapi menurut beberapa pakar mimetik yakni:
Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Idea oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Idea bagi Plato adalah ha yang tetap atau tidak dapat berubah. misalnya idea mengenai bentuk segitiga. ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah lebih dan satu Idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga yang terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnens l979:13).
Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimesis, yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuau yang bisa meninggikan akal budi. Karya seni oleh Aristoteles dianggap menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dan nafsu rendah penikmatnya.
Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dan kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica (via Luxemberg.1989:17), Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum). Dan kenyataan yang menampakkan diri kacau balau seorang seniman atau penyair memilih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’. kebenaran yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih tinggi dan tukang kayu dan tukang-tukang lainnya.
Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunani Kuno. hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dan pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan ( Ravertz.2007: 12).
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realitas (Abrams 1981 :89).
Pendekatan mimetik yaitu pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas Abrams. Dalam proses penciptaan karya sastra (seni), sastrawan/seniman tentu saja telah melakukan pengamatan yang seksama terhadap kehidupan manusia dalam dunia nyata dan lalu membuat perenungan terhadap kehidupan itu sebelum menuangkan dalam karya sastra (seni)-nya.
Dengan demikian karya sastra pada hakikatnya adalah tanggapan seseorang (pengarang) terhadap situasi di sekelilingnya. Pandangan semacam ini berangkat dari pemikiran bahwa karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud karena adanya peniruan dan dipadukan dengan imajinasi pengarang terhadap realitas alam atau kehidupan manusia.
Kritik sastra mimetik adalah ktitik sastra yang melihat hubungan antara karya sastra dengan realitas, sejauh mana karya sastra membayangkan realitas kehidupan. Kritik mimetik menurut abrams kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam sastra, merupakan pencerminan atau penggambaran dunia kehidupan sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya.
Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa prosa (novel, cerpen, dan puisi) merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah sejauh mana prosa merepresentasikan dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga : mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra. zaman. kepribadian pengarang, dan sebagainya. Tetapi. satu tanpa yang lain tidak mungkin. Perpaduan antara kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca harus sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskan untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif-mereka. Pemberian makna pada karya sastra berarti perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia khayalan. Karya sastra yang dilepaskan dan Kenyataan kehilangan sesuatu yang hakiki, yaitu pelibatan pembaca dalam eksistensi selaku manusia. Pembaca sastra yang kehilangan daya imajinasi meniadakan sesuatu yang tak kurang esensial bagi manusia, yaitu alternatif terhadap eksistensi yang ada dengan segala keserbakekurangannya. Atau lebih sederhana : berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat hidup dalam perpaduan antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki untuk kita sebagai manusia.
E. Sinopsis Cerpita Anak “Ulang Tahun Si Siti”
Sore itu, Pak Somad mengayuh becak tuanya menuju rumah. Memang lumayan jauh kira-kira 3 km dari kota. Sambil mengayuh, beliau teringat kemsali kata-kata anak semata wayangnya yang bernama Siti. Ia minta dibelikan kue ulang tahun dan akan mengundang teman-temannya. Dikeluarganya tak pernah sekalipun merayakn tradisi ulang tahun. Keinginan Siti tak dapat ditolak, ia selalu merengek-rengek dan minta sekali ini dirayakan.
Beberapa waktu lalu Siti sakit panas dan selalu mengigau meminta kue ulang tahun. Pak Somad dan istrinya berjajiunutk membelikannya. Pak Somad merogoh kantong celananya ternyata ada kelebihan uang, esok adalah hari ulang tahun ke 5 Siti, berarti nanti malam beliau dan istrinya harus membeli kue ulang tahun.
Ketika di rumah, Siti telah menunggunya di beranda. Seakan-akan Siti ingin segera dibelikan kue ulang tahun. Pak Somad dan istrinya heran kenapa tiba-tiba anaknya meminta dirayakan ulang tahun. Sebulan lalu Siti diundang dalam perayaan ulang tahun Imah, karena doa Imah terkabul dan kini ia mempunyai sepeda baru. Sejak itu, Siti berpikir keinginannya akan terwujud. Pak Somad sadar apa yang dipikirkan Siti itu polos dari seorang anak kecil. Setiap keinginan harus diraih dengsn usaha dan doa. Sebelum Siti meniup lilin, Siti berdoa agar ayahnya tidak mengayuh becak lagi, ia ingin ayahnya punya took supaya bisa bersama Siti dan menjaga toko. Pak Somad dan istrinya tertegun, tanpa bisa berkata sepatah katapun.
F. Analisis Cerita Anak “Ulang Tahun Si Siti”
Dalam cerita di atas, Siti hanyalah seorang anak kecil yang gemar bermain dan setiap keingannya harus terpenuhi. Seperti halnya ketika minta kue ulang tahun, ia terpengaruh oleh lingkungannya (temanya). Seorang anak masih mempunyai rasa ingin memiliki apa yang di miliki orang lain(temanya). Siti adalah seorang anak kecil yang masih polos, ia beranggapan bahwa semua itu adalah nyata.
karya sastra pada hakikatnya adalah tanggapan seseorang (pengarang) terhadap situasi di sekelilingnya. Pandangan semacam ini berangkat dari pemikiran bahwa karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud karena adanya peniruan dan dipadukan dengan imajinasi pengarang terhadap realitas alam atau kehidupan manusia
Dunia anak-anak tentu sewarna dengan pengalaman dan pengetahuan mereka yang belum menumpuk sehingga masih diperlukan mediasi untuk mengembangkan daya kreatifnya. Maka yang paling penting dalam hal ini adalah pemenuhan hak anak. Hal yang dimaksud adalah proses belajar, menjadi individu yang subjektif, perkembangan pengalaman dan pengetahuan, yang semuanya berada dalam bingkai dunia anak. Membaca dan menulis misalnya, merupakan hak anak sebab di sana terdapat adanya “proses menjadi diri sendiri secara utuh”, bukan senjadi seperti gurunya, seperti orantuanya, atau seperti orang lain.
Lingkungan anak-anak juga mempengaruhi anak, bahwa semua hal yang ada dalam imajinasinya adalah benar-benar ada (relitas). Lingkungan keluarga adalah lingkungan terkecil yang dapat memberikan pengaruh yang besar kepada anak menjadi anak yang kreatif dan imajinatif. Karena anak berada disana sejak mereka baru membuka matanya. Kemudian anak berinteraksi dengan orang-orang yang pertama kali dilihatnya. Interaksi di rumah akan merangsangnya berfikir dan mendorongnya untuk kreatif. Setiap suport, dukungan yang diberi dari lingkungan ini akan membangkitkan motivasi perkembangan hidupnya. Dalam kaitanya cerita anak di atas ayah dan ibu Siti yang berperan penting terhadap siti dalam merangsang fikiran menjadi kreatif dan imajinatif.
Lingkungan sekolah merupakan tempat belajar, menuntut ilmu pengetahuan dalam kondisi formal. Terikat pada aturan, norma yang masing-masing sekolah suudah tetapkan. Lingkungan ini akan bisa lebih besar lagi memberikan anak peluang menjadi anak yang kreatif dan imajinatif, asalkan mendapat tempat yang cocok untuk kemampuan masing-masing anak. Teman-teman Siti juga akan berpengaruh terhadap Siti akan menjadi kreatif dan imajinatif. Selain itu lingkungan sekolah juga tempat bermain dan berintraksi dengan temannya.
Lingkungan masyarakat bisa juga disebut lingkungan sosial, adalah lingkungan tempat anak berinteraksi dengan orang lain yang lebih luas lagi. Anak adalah bagian dari anggota masyarakat yang keberadaannya bisa memberi pengaruh dan menerima pengaruh dari keadaan masyarakat yang anak itu berada. Anak bagaimana lingkunganya, dan lingkungan masyarakat dapat membentuk pribadi dan intelektual anak. Sebagai contoh yang lebih terlihat dimasyarakat adalah komplek atau asrama polisi,. Anak-anak dari asrama dan label masyarakat yang ditujukan polisi biasanya lebih berani karena ada lebel orang tuanya. Biasanya juga mereka menjadi semena-mena dengan ditunjukan menjadi anak yang lebih dari anak-anak biasa, dia harus ditakuti teman-temannya. Jika demikian maka ia berlatih membentuk pribadinya yang galak, ditakuti dan diikuti kemauannya, apa yang ia inginkan harus cepat terlaksana. Siti ketika minta kue kepada ayah dan ibunya merupakan faktor lingkungan yang ada di dunia anak. Berikut kutipannya :
”Pak, tadi siang Siti sudah undang teman-teman Siti loh pak…, Ira, Ani, Udin, Tono, dan banyak lagi pak…kira-kira 10 orang..’. begitu cerocos Siti ketika bapaknya tiba di halaman rumah. ”Nanti kita jadi beli kue ulangtahun khan Pak...?” Pak Somad hanya tersenyum kecil sambil mengandeng Siti ke dalam rumah. “ ayo ambilkan minum ayah dulu ...”
Pak Somad dan istrinya sebenarnya heran, kenapa tiba-tiba anaknya meminta dirayakan ulangtahunnya. Padahal sebelumnya tak pernah Siti sampai merengek-rengek seperti itu. Menurut cerita istrinya, sebulan lalu memang Siti diundang Imah, anak tetangganya berulang tahun. Seminggu kemudian setelah acara ulangtahun itu, Siti bercerita kepadanya bahwa Imah sekarang sudah memiliki sepeda baru. Sepeda itu menurut Siti adalah hasil dari doa Imah ketika Imah berulang tahun.
Demikian berbagai bentuk lingkungan yang bisa membentuk kreativitas anak-anak. Jangan anggap sepele dengan lingkungan yang ada di sekeliling anak. Jika kita menginginkan anak yang cerdas dan kreatif, lingkungan menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikaan. Dunia anak-anak tentu sewarna dengan pengalaman dan pengetahuan mereka yang belum menumpuk sehingga masih diperlukan mediasi untuk mengembangkan daya kreatifnya. Anak-anak beranggapan bahwa semua hal yang ada di sekitarnya (dunia anak-anak) itu merupakan nyata(realita), padahal semua itu adalah imajinasi dan fantasi anak semata.
G. Kesimpulan
Sastra anak dinilai dapat membentuk karakter dengan efektif karena nilai-nilai dan moral yang terdapat dalam karya sastra tidak disampaikan secara langsung, melainkan melalui cerita dan metafora-metafora, sehingga proses pendidikan berlangsung menyenangkan dan tidak menggurui.
Pendekatan mimetik yaitu pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas Abrams. Dalam proses penciptaan karya sastra (seni), sastrawan/seniman tentu saja telah melakukan pengamatan yang seksama terhadap kehidupan manusia dalam dunia nyata dan lalu membuat perenungan terhadap kehidupan itu sebelum menuangkan dalam karya sastra (seni)-nya. Dengan demikian karya sastra pada hakikatnya adalah tanggapan seseorang (pengarang) terhadap situasi di sekelilingnya. Pandangan semacam ini berangkat dari pemikiran bahwa karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud karena adanya peniruan dan dipadukan dengan imajinasi pengarang terhadap realitas alam atau kehidupan manusia.
Dalam Lingkungan anak-anak tidak lepas dari prilaku anak, seperti bermain dan berimajinasi seakakan-akan ada dan benar terjadi (nyata). Kehidupan mereka sehari-hari selalu menggunakan imajinasinya, menganggap semua hal yang ada disekitarnya (imajinasi dan fantasinya) itu seakan-akan nyata. Pikiran anak-anak masih bersifat polos, setiap keinginannya harus terpenuhi, tanpa usaha.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusada daftar pustakanya ga?
BalasHapus