BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
W.S. Rendra lahir di Solo, 7 November 1953. Pemilik nama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra ini adalah seorang penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Ia meninggal dunia di Depok, Jawa Barat pada 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun akibat terserang penyakit jantung koroner.
Atas kemahiran rendra membuat puisi dan memprofesionalkan puisinya, sudah selayaknya jasa-jasa Rendra dalam sastra didokumentasikan atau diabadikan. Oleh karena itu penulis mencoba mendokumentasikan hal-hal tentang Rendra.
2. RUMUSAN MASALAH
Pada makalah ini ada beberapa rumusan masalah yaitu :
1.Bagaimana masa kecil Rendra
2.Pengalaman hidup apa yang berpengruh terhadap kepenyairan Rendra
3.Bagaimana penggambaran rasa cinta pada sajak Rendra
4.Bagaimana penggambaran alam pada sajak Rendra
5.Bagaimana pandangan Rendra terhadap demokrasi
6.Sebutkan beberapa sajak Rendra yang berkisah tentang ketidakadilan
3. TUJUAN
Pada makalah ini ada beberapa tujuan :
1.Untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Puisi
2.Untuk mendokumentasikan segala hal tentang Rendra
4. MANFAAT
Pada makalah ini terdapat beberapa manfaat :
1. Untuk mengetahui masa kecil Rendra
2. Untuk mengetahui pengalaman hidup yang berpengruh terhadap kepenyairan Rendra
3. Untuk mengetahui penggambaran rasa cinta pada sajak Rendra
4. Untuk mengetahui penggambaran alam pada sajak Rendra
5. Untuk mengetahui pandangan Rendra terhadap demokrasi
6. Untuk mengetahui beberapa sajak Rendra yang berkisah tentang ketidakadilan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Masa Kecil Rendra
Anak pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah ini sudah memiliki bakat sastra sejak duduk di bangku SMP. Ia amat piawai di atas panggung untuk mementaskan beberapa dramanya dan sering tampil sebagai pembaca puisi. Selain itu Rendra juga mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya.
Pada usianya yang sangat muda, ia mendapat hadiah dari Departemen Kebudayaan untuk naskah dramanya “Orang-orang di Tikungan Jalan”. Tahun 1957, ia juga mendapat penghargaan dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) untuk kumpulan puisinya “Balada Orang-Orang Tercinta”. Puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an. Untuk pertama kalinya ia mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat.
W.S. Rendra mendapat pendidikan di SMA St. Josef, Solo. Lulus dari SMA beliau melanjutkan dengan mengambil Jurusan Sastra Barat Fakultas Sastra UGM (tidak tamat), kemudian memperdalam pengetahuan mengenai drama dan teater di American Academy of Dramatical Arts, Amerika Serikat (1964-1967). Sekembali dari Amerika, beliau mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan sekaligus menjadi pemimpinnya. Bengkel teater ini berdiri di atas lahan sekitar 3 hektar yang terdiri dari bangunan tempat tinggal Rendra dan keluarga, serta bangunan sanggar untuk latihan drama dan tari. Agaknya pengalamannya merambah dunia seni budaya sampai ke pelataran negeri Paman Sam, membawa angin segar bagi blantika seni budaya di negeri ini. Pentas pertamanya di TIM tahun 1970-an, menampilkan karya-karya teater Yunani kuno, seperti ‘Oedipus Rex”yang banyak mendapat sambutan publik. Menyusul drama absurd karya Samuel Becket berjudul ‘Menunggu Godot (Waiting for Godot). Tahun 1971 dan 1979 Rendra membacakan sajak-sajaknya di Festival Penyair International di Rotterdam. Pada tahun 1985 beliau mengikuti Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman. Kumpulan puisinya; Ballada Orang-orang Tercinta (1956), 4 Kumpulan Sajak (1961), Blues Untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1980), Disebabkan Oleh Angin (1993), Orang-orang Rangkasbitung (1993) dan Perjalanan Aminah (1997).
Rendra juga menulis puisi, cerita pendek dan drama pentas. Tetapi buku puisinya yang meledak berlabel Blues Untuk Bonnie tahun 1971. Karya dramanya mini kata berlabel SSTTT… sempat menggemparkan publik ketika naskah improvisasi yang tersusun menjadi naskah drama absurd-eksperimen tersebut ditayangkan di stasiun siaran TVRI Pusat pada tahun 1970-an. Hal itu menjadikan pemirsa dan publik teater realis-konvensional, membelalakan mata dan dibuat terkagum-kagum. Bahwasannya seorang Rendra membuka cakrawala pentas dan peta teater Indonesia menjadi kian lebar. Faktanya dapat dibuktikan sesudah, karena konsep teater baru Rendra diterima oleh banyak pihak. Dan tidak sedikit grup-grup teater lainnya terpengaruh ulah Rendra yang juga disebut seniman urakan.
Drama pertamanya yang berjudul “Kaki Palsu”, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri. Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
Tak hanya naskah drama asing yang berhasil diadaptasi seperti drama Hamlet karya William Shakespeare, yang disajikan dengan warna lokal yang mengagumkan elemen kesenian tradisional Jawa Ketoprak Di samping karya-karya drama ‘mini kata ciptaannya seperti Modom-Modom, Lentera dll yang memukau publik. Ia pun mengantarkan publik sastra dan teater menjadi kian tertarik dan kecanduan menonton karya Rendra, di awal Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki baru berdiri tahun 1968.
Di jaman pemerintahan Orde Baru berkuasa. Rendra, dramawan dan penyair dicekal dan harus mendekam di balik jeruji besi. Ia ditangkap oleh pihak yang berwajib seusai mengisi acara baca puisi Pamlet di Teater Terbuka TIM tahun 1972-an.
2. Pengalaman Hidup Yang Berpengaruh Terhadap Kepenyairan Rendra
W.S. Rendra mencurahkan sebagian besar hidupnya dalam dunia sastra dan teater. Sajak, puisi maupun drama hasil karyanya telah melegenda di kalangan pecinta seni sastra dan teater di dalam negeri, bahkan di luar negeri. Selain melahirkan tradisi sastra dan teater yang berpengaruh, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menganggap bahwa Rendra juga menjadi salah seorang sastrawan Indonesia yang meninggikan martabat bangsa. Di masa hidupnya, penyair berjuluk Burung Merak ini mengaku sangat berhasrat dalam dunia kesenian. Ia pernah mengatakan, "Orang tua yang tidak lagi bisa membuntingi perempuan, maka harus mampu 'membuntingi' masyarakat. Saya sedang `ereksi` untuk 'membuntingi' dunia kesenian,". Maksud dari ungkapan dramawan senior itu adalah soal regenerasi di bidang kepenyairan Indonesia. Ia terlihat betul-betul ingin menampilkan generasi muda sebagai sosok tandingan bagi generasi penyair senior. Orang yang betul-betul kreatif pada saat sudah tua merindukan adanya sosok yang tampil sebagai tandingan, dan bukan sebagai penerus. "Tidak ada generasi penerus, apanya yang mau diteruskan. Generasi muda harus tampil sebagai tandingan, agar yang senior sadar," kata penerima hadiah puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957), Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1969), dan hadiah seni dari Akademi Jakarta (1975) itu. Semasa hidupnya penyair senior ini mengemukakan, dalam khazanah sastra Indonesia tidak ada tokoh pembaruan, melainkan hanya melahirkan penyair-penyair dengan keunikannya sendiri. Kekuataan sastra Indonesia bukan pada soal baru atau tidak, karena hampir di semua jenis kesenian tidak ada seniman Indonesia yang tergolong pembaru. Baginya, yang penting dari karya sastra atau seni lainnya itu adalah unik. Unik itu adalah sejati. Tidak ada pembaruan apa-apa di Indonesia, tapi keunikannya ada. Jadi, pergaulan antarseniman, interaksi antarkarya itu melahirkan peristiwa kimia yang melahirkan karya-karya baru dengan style-style yang unik.
3. Penggambaran Rasa Cinta Pada Sajak Rendra
Surat Cinta
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain…
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa
Puisi yang berjudul Surat Cinta ini menggambarkan rasa cinta Rendra terhadap seseorang yang bernama Narti. Dalam puisi ini Rendra menceritakan bahwa ia amat mencintai narti dan ingin melamarnya. Hal ini terlihat pada larik :
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
….................................................
….................................................
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain…
4. Penggambaran Alam Pada Sajak Rendra
SAJAK PULAU BALI
Sebab percaya akan keampuhan industri
dan yakin bisa memupuk modal nasional
dari kesenian dan keindahan alam,
maka Bali menjadi obyek pariwisata.
Betapapun :
tanpa basa-basi keyakinan seperti itu,
Bali harus dibuka untuk pariwisata.
Sebab :
pesawat-pesawat terbang jet sudah dibikin,
dan maskapai penerbangan harus berjalan.
Harus ada orang-orang untuk diangkut.
Harus diciptakan tempat tujuan untuk dijual.
Dan waktu senggang manusia,
serta masa berlibur untuk keluarga,
harus bisa direbut oleh maskapai
untuk diindustrikan.
Dan Bali,
dengan segenap kesenian,
kebudayaan, dan alamnya,
harus bisa diringkaskan,
untuk dibungkus dalam kertas kado,
dan disuguhkan pada pelancong.
Pesawat terbang jet di tepi rimba Brazilia,
di muka perkemahan kaum Badui,
di sisi mana pun yang tak terduga,
lebih mendadak dari mimpi,
merupakan kejutan kebudayaan.
Inilah satu kekuasaan baru.
Begitu cepat hingga kita terkesiap.
Begitu lihai sehingga kita terkesima.
Dan sementara kita bengong,
pesawat terbang jet yang muncul dari mimipi,
membawa bentuk kekuatan modalnya :
lapangan terbang. “hotel - bistik - dan - coca cola”,
jalan raya, dan para pelancong.
“Oh, look, honey - dear !
Lihat orang-orang pribumi itu!
Mereka memanjat pohon kelapa seperti kera.
Fantastic ! Kita harus memotretnya !
................................
Awas ! Jangan dijabat tangannya !
senyum saja and say hello.
You see, tangannya kotor
Siapa tahu ada telor cacing di situ.
…………………….
My God, alangkah murninya mereka.
Ia tidak menutupi teteknya !
Look, John, ini benar-benar tetek.
Lihat yang ini ! O, sempurna !
Mereka bebas dan spontan.
Aku ingin seperti mereka…..
Eh, maksudku…..
Okey ! Okey !….Ini hanya pengandaian saja.
Aku tahu kamu melarang aku tanpa beha.
Look, now, John, jangan cemberut !
Berdirilah di sampingnya,
aku potret di sini.
Ah ! Fabolous !”
Dan Bank Dunia
selalu tertarik membantu negara miskin
untuk membuat proyek raksasa.
Artinya : yang 90 % dari bahannya harus diimpor.
Dan kemajuan kita
adalah kemajuan budak
atau kemajuan penyalur dan pemakai.
Maka di Bali
hotel-hotel pribumi bangkrut
digencet oleh packaged tour.
Kebudayaan rakyat ternoda
digencet standar dagang internasional.
Tari-tarian bukan lagi satu mantra,
tetapi hanya sekedar tontonan hiburan.
Pahatan dan ukiran bukan lagi ungkapan jiwa,
tetapi hanya sekedar kerajinan tangan.
Hidup dikuasai kehendak manusia,
tanpa menyimak jalannya alam.
Kekuasaan kemauan manusia,
yang dilembagakan dengan kuat,
tidak mengacuhkan naluri ginjal,
hati, empedu, sungai, dan hutan.
Di Bali :
pantai, gunung, tempat tidur dan pura,
telah dicemarkan
Sebab percaya akan keampuhan industri
dan yakin bisa memupuk modal nasional
dari kesenian dan keindahan alam,
maka Bali menjadi obyek pariwisata.
Betapapun :
tanpa basa-basi keyakinan seperti itu,
Bali harus dibuka untuk pariwisata.
Sebab :
pesawat-pesawat terbang jet sudah dibikin,
dan maskapai penerbangan harus berjalan.
Harus ada orang-orang untuk diangkut.
Harus diciptakan tempat tujuan untuk dijual.
Dan waktu senggang manusia,
serta masa berlibur untuk keluarga,
harus bisa direbut oleh maskapai
untuk diindustrikan.
Dan Bali,
dengan segenap kesenian,
kebudayaan, dan alamnya,
harus bisa diringkaskan,
untuk dibungkus dalam kertas kado,
dan disuguhkan pada pelancong.
Pesawat terbang jet di tepi rimba Brazilia,
di muka perkemahan kaum Badui,
di sisi mana pun yang tak terduga,
lebih mendadak dari mimpi,
merupakan kejutan kebudayaan.
Inilah satu kekuasaan baru.
Begitu cepat hingga kita terkesiap.
Begitu lihai sehingga kita terkesima.
Dan sementara kita bengong,
pesawat terbang jet yang muncul dari mimipi,
membawa bentuk kekuatan modalnya :
lapangan terbang. “hotel - bistik - dan - coca cola”,
jalan raya, dan para pelancong.
“Oh, look, honey - dear !
Lihat orang-orang pribumi itu!
Mereka memanjat pohon kelapa seperti kera.
Fantastic ! Kita harus memotretnya !
................................
Awas ! Jangan dijabat tangannya !
senyum saja and say hello.
You see, tangannya kotor
Siapa tahu ada telor cacing di situ.
…………………….
My God, alangkah murninya mereka.
Ia tidak menutupi teteknya !
Look, John, ini benar-benar tetek.
Lihat yang ini ! O, sempurna !
Mereka bebas dan spontan.
Aku ingin seperti mereka…..
Eh, maksudku…..
Okey ! Okey !….Ini hanya pengandaian saja.
Aku tahu kamu melarang aku tanpa beha.
Look, now, John, jangan cemberut !
Berdirilah di sampingnya,
aku potret di sini.
Ah ! Fabolous !”
Dan Bank Dunia
selalu tertarik membantu negara miskin
untuk membuat proyek raksasa.
Artinya : yang 90 % dari bahannya harus diimpor.
Dan kemajuan kita
adalah kemajuan budak
atau kemajuan penyalur dan pemakai.
Maka di Bali
hotel-hotel pribumi bangkrut
digencet oleh packaged tour.
Kebudayaan rakyat ternoda
digencet standar dagang internasional.
Tari-tarian bukan lagi satu mantra,
tetapi hanya sekedar tontonan hiburan.
Pahatan dan ukiran bukan lagi ungkapan jiwa,
tetapi hanya sekedar kerajinan tangan.
Hidup dikuasai kehendak manusia,
tanpa menyimak jalannya alam.
Kekuasaan kemauan manusia,
yang dilembagakan dengan kuat,
tidak mengacuhkan naluri ginjal,
hati, empedu, sungai, dan hutan.
Di Bali :
pantai, gunung, tempat tidur dan pura,
telah dicemarkan
Puisi ini menggambarkan tentang potensi alam yang dimiliki Pulau Bali. Rendra sepakat akan keindahan alam dan potensi seninya. Sehingga tidak heran jika Bali menjadi tempat pariwisata yang diidamkan oleh banyak wisatawan baik dari dalam ataupun luar negri. Apalagi ketika sarana dan prasarananya sudah disediakan. Hal ini terlihat pada larik :
Dan Bali,
dengan segenap kesenian,
kebudayaan, dan alamnya,
harus bisa diringkaskan, diubungkus dalam kertas kado,
dan disuguhkan pada pelancong.
Dalam Puisi Sajak Pulau Bali ini Rendra juga mengungkapkan Bali menjadi ramai, namun budaya negatif yang dibawa turis asing turut mencemari Bali. Hal ini terlihat pada larik :
Kebudayaan rakyat ternoda
digencet standar dagang internasional.
...............................................
...............................................
...............................................
Di Bali :
pantai, gunung, tempat tidur dan pura,
telah dicemarkan
5. Pandangan Rendra Terhadap Demokrasi
HAI, KAMU !
Luka-luka didalam lembaga,
Intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
Noda di dalam pergaulan antar manusia,
Duduk didalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada ars kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
Puisi ini menceritakan bahwa Rendra seolah-olah menemukan kembali yang pada masa Soekarno, demokrasi itu terbelenggu karena telah memutuskan untuk menjadi presiden seumur hidup. Maka ketika Soekarno lengser dan digantikan oleh Soeharto, hati Rendra menjadi tenang. Rendra berharap bahwa Soeharto mampu menegakkan keadilan kembali.
6. Beberapa Sajak Rendra Yang Berkisah Tentang Ketidakadilan
SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA
Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “ Kami ada maksud baik “
Dan kita bertanya : “ Maksud baik untuk siapa ?”
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “ Kami ada maksud baik “
Dan kita bertanya : “ Maksud baik untuk siapa ?”
Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya :
“Maksud baik saudara untuk siapa ?
Saudara berdiri di pihak yang mana ?”
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya :
“Maksud baik saudara untuk siapa ?
Saudara berdiri di pihak yang mana ?”
Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.
Tentu kita bertanya :
“Lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
“Lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.
Dan esok hari
matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra.
matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra.
Di bawah matahari ini kita bertanya :
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
Jakarta 1 Desember 1977
Perempuan yang Tergusur
Hujan lebat turun di hulu subuh
disertai angin gemuruh
yang menerbangkan mimpi
yang lalu tersangkut di ranting pohon
Aku terjaga dan termangu
menatap rak buku-buku
mendengar hujan menghajar dinding
rumah kayuku.
Tiba-tiba pikiran mengganti mimpi
dan lalu terbayanglah wajahmu,
wahai perempupan yang tergusur!
Tanpa pilihan
ibumu mati ketika kamu bayi
dan kamu tak pernah tahu siapa ayahmu.
Kamu diasuh nenekmu yang miskin di desa.
Umur enam belas kamu dibawa ke kota
oleh sopir taxi yang mengawinimu.
Karena suka berjudi
ia menambah penghasilan sebagai germo.
Ia paksa kamu jadi primadona pelacurnya.
Bila kamu ragu dan murung,
lalu kurang setoran kamu berikan,
ia memukul kamu babak belur.
Tapi kemudian ia mati ditembak tentara
ketika ikut demontrasi politik
sebagai demonstran bayaran.
Sebagai janda yang pelacur
kamu tinggal di gubuk tepi kali
dibatas kota
Gubernur dan para anggota DPRD
menggolongkanmu sebagai tikus got
yang mengganggu peradaban.
Di dalam hukum positif tempatmu tidak ada.
Jadi kamu digusur.
Didalam hujuan lebat pagi ini
apakah kamu lagi berjalan tanpa tujuan
sambhil memeluk kantong plastik
yang berisi sisa hartamu?
Ataukah berteduh di bawah jembatan?
Impian dan usaha
bagai tata rias yang luntur oleh hujan
mengotori wajahmu.
kamu tidak merdeka.
Kamu adalah korban tenung keadaan.
Keadilan terletak diseberang highway yang bebahaya
yang tak mungkin kamu seberangi.
Aku tak tahu cara seketika untuk membelamu.
Tetapi aku memihak kepadamu.
Dengan sajak ini bolehkan aku menyusut keringat dingin
di jidatmu?
O,cendawan peradaban!
O, teka-teki keadilan!
Waktu berjalan satu arah saja.
Tetapi ia bukan garis lurus.
Ia penuh kelokan yang mengejutkan,
gunung dan jurang yang mengecilkan hati,
Setiap kali kamu lewati kelokan yang berbahaya
puncak penderitaan yang menyakitkan hati,
atau tiba di dasar jurang yang berlimbah lelah,
selalu kamu dapati kedudukan yang tak berubah,
ialah kedudukan kaum terhina.
Tapi aku kagum pada daya tahanmu,
pada caramu menikmati setiap kesempatan,
pada kemampuanmu berdamai dengan dunia,
pada kemampuanmu berdamai dengan diri sendiri,
dan caramu merawat selimut dengan hati-hati.
Ternyata di gurun pasir kehidupan yang penuh bencana
semak yang berduri bisa juga berbunga.
Menyaksikan kamu tertawa
karena melihat ada kelucuan di dalam ironi,
diam-diam aku memuja kamu di hati ini.
menatap rak buku-buku
mendengar hujan menghajar dinding
rumah kayuku.
Tiba-tiba pikiran mengganti mimpi
dan lalu terbayanglah wajahmu,
wahai perempupan yang tergusur!
Tanpa pilihan
ibumu mati ketika kamu bayi
dan kamu tak pernah tahu siapa ayahmu.
Kamu diasuh nenekmu yang miskin di desa.
Umur enam belas kamu dibawa ke kota
oleh sopir taxi yang mengawinimu.
Karena suka berjudi
ia menambah penghasilan sebagai germo.
Ia paksa kamu jadi primadona pelacurnya.
Bila kamu ragu dan murung,
lalu kurang setoran kamu berikan,
ia memukul kamu babak belur.
Tapi kemudian ia mati ditembak tentara
ketika ikut demontrasi politik
sebagai demonstran bayaran.
Sebagai janda yang pelacur
kamu tinggal di gubuk tepi kali
dibatas kota
Gubernur dan para anggota DPRD
menggolongkanmu sebagai tikus got
yang mengganggu peradaban.
Di dalam hukum positif tempatmu tidak ada.
Jadi kamu digusur.
Didalam hujuan lebat pagi ini
apakah kamu lagi berjalan tanpa tujuan
sambhil memeluk kantong plastik
yang berisi sisa hartamu?
Ataukah berteduh di bawah jembatan?
Impian dan usaha
bagai tata rias yang luntur oleh hujan
mengotori wajahmu.
kamu tidak merdeka.
Kamu adalah korban tenung keadaan.
Keadilan terletak diseberang highway yang bebahaya
yang tak mungkin kamu seberangi.
Aku tak tahu cara seketika untuk membelamu.
Tetapi aku memihak kepadamu.
Dengan sajak ini bolehkan aku menyusut keringat dingin
di jidatmu?
O,cendawan peradaban!
O, teka-teki keadilan!
Waktu berjalan satu arah saja.
Tetapi ia bukan garis lurus.
Ia penuh kelokan yang mengejutkan,
gunung dan jurang yang mengecilkan hati,
Setiap kali kamu lewati kelokan yang berbahaya
puncak penderitaan yang menyakitkan hati,
atau tiba di dasar jurang yang berlimbah lelah,
selalu kamu dapati kedudukan yang tak berubah,
ialah kedudukan kaum terhina.
Tapi aku kagum pada daya tahanmu,
pada caramu menikmati setiap kesempatan,
pada kemampuanmu berdamai dengan dunia,
pada kemampuanmu berdamai dengan diri sendiri,
dan caramu merawat selimut dengan hati-hati.
Ternyata di gurun pasir kehidupan yang penuh bencana
semak yang berduri bisa juga berbunga.
Menyaksikan kamu tertawa
karena melihat ada kelucuan di dalam ironi,
diam-diam aku memuja kamu di hati ini.
Sajak Bulan Mei 1998
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.anneahira.com/print/puisi/puisi-alam.htm
http://nusantaranews.wordpres.com/2009/08/07/kumpulan-sajak-ws-rendra-pilihan-perjuangan/
http://biografikecil.blogspot.com/2008/03/bigrafi-ws-rendra.html
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. W.S. Rendra lahir di Solo, 7 November 1953. Pemilik nama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra ini adalah seorang penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak".
2. Rendra aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
3. Menurut Rendra, kekuataan sastra Indonesia bukan pada soal baru atau tidak, karena hampir di semua jenis kesenian tidak ada seniman Indonesia yang tergolong pembaru. Baginya, yang penting dari karya sastra atau seni lainnya itu adalah unik
B. SARAN
1. Sudah sepatutnya jasa-jasa Rendra kita kenang, karena ia merupakan sastrawan yang sangat berperan aktif dalam pembaharuan dalam mengangkat martabat sastra.
2. Sebaiknya kita meniru semangat Rendra yang mendambakan seorang sastrawan sebagai sosok tandingan, dan bukan penerus.
3. Supaya pembaca lebih mengetahui sosok W.S. Rendra dengan banyak membaca karya-karyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar