BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan ungkapan imajinasi pengarang yang mencerminkan perasaan serta memiliki keindahan di dalamnya. Drama, puisi, cerpen atau karya-karya sastra yang lainnya mampu diterima dengan baik dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain sebagai sarana dalam mengapresiasikan perasaan dan jiwa pengarangnya, karya sastra juga memberikan manfaat lain bagi pembaca, yaitu memberikan cerminan atau gambaran-gambaran sebagai tolak ukur perubahan bagi kehidupan pembacanya.
Banyak sekali jenis-jenis karya sastra yang dapat kita temui. Bahkan, karya sastra bukan lagi hanya diperuntukkan bagi kalangan masyarakat dewasa, tapi juga anak-anak berhak dan malah wajib untuk mendapatkannya. Karena pada dasarnya, anak-anaklah yang seharusnya paling pertama untuk diajarkan tentang seni sastra, sehingga anak-anak akan lebih bisa mengembangkan daya pikir, kreatifitas, dan imajinasinya dalam mencurahkan isi hati yang bisa tersalurkan lewat sebuah tulisan dalam bentuk karya sastra.
Namun, karya sastra anak-anak dengan karya sastra orang dewasa tentulah berbeda. Memang sama saja dalam hal jenis-jenisnya, tapi tetap ada perbedaan dalam struktur karya sastra itu. Sastra anak diciptakan lebih sederhana, tidak terlalu banyak menggunakan bahasa kias, serta lebih menonjolkan bentuk cerita fantasi dalam karya sastra tersebut.
Sebagai contohnya, kita bisa mengambil dari novel-novel lama seperti Belenggu, Siti Nurbaya, atau AKU. Novel-novel seperti ini menggunakan gaya bahasa yang terlalu rumit untuk dimengerti oleh anak-anak. Jalan ceritanya pun terlalu panjang, yang hanya akan membuat anak-anak menjadi bosan dan malas untuk membacanya. Konflik yang terjadi di dalan cerita juga sulit untuk di pahami. Atau kadang anak akan terpengaruh dengan tokoh yang ada dalam cerita entah itu baik atau buruk. Sang anak tidak akan mempedulikannya, karena yang ia tahu hanyalah ingin seperti salah satu tokoh dalam cerita, yang disukai oleh sang anak. Berbeda dengan karya sastra yang memang sudah ditujukan untuk anak-anak.
Hal ini memang harus mendapat perhatian lebih, agar karya sastra tersebut mampu diterima serta dapat dipahami dengan baik oleh anak-anak yang membacanya. Karena bagaimanapun, daya pikir anak masihlah sangat terbatas. Dalam kata lain, masih perlu bimbingan dari orang yang lebih mengerti, sehingga mampu memberikan pengertian dan menjelaskan apa makna sebenarnya yang terkandung di dalamnya. Namun, begitu juga dengan orang dewasa yang membimbing, terkadang juga kurang memperhatikan soal karya sastra yang akan diberikan pada anak-anak itu sudah benar-benar baik (kualitasnya), atau malah karya itu menjerumuskan. Hal-hal semacam inilah yang kurang mendapat perhatian dari orang dewasa (pembimbing). Karena itu, bagi orang dewasa yang ingin memberikan sebuah cerita (karya sastra) kepada sang anak, hendaknya lebih teliti dalam memilih satu karya tersebut. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan mempelajari/menganalisis terlebih dahulu kandungan yang ada dalam karya, sehingga akan mendapatkan hasil bahwa karya tersebut baik atau tidak cocok bagi sang anak.
Maka dari itulah, saya akan mencoba untuk membantu menganalisis sebuah karya sastra anak yang semoga akan bermanfaat seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kali ini, saya akan menganalisis dua buah cerita anak karya dari seorang anak-anak dan karya dari orang dewasa, serta akan mencoba untuk membandingkannya. Dua buah cerpen anak ini masing-masing adalah karya dari Alvina Tanamas, anak kelas empat SD berjudul “Anjing Kesayangan”, dengan cerpen “Untuk Pak Guru” karya Agung Sumedi, seorang guru SMK. Dari sini sudah terlihat perbedaannya, yaitu dari unsur ekstrinsik atau luar karya sastra tersebut, yaitu unsur pengarang yang jauh berbeda jika di lihat dari umur dan sifat dasar masing-masing pengarang.
Tapi, saya tidak akan membahas tentang unsur ekstrinsik tersebut, melainkan sebaliknya saya akan mengkaji serta membandingkan dua cerpen anak ini dengan pendekatan objektif yang lebih terfokus pada unsur intrinsiknya.
B. Tujuan Analisis
Dalam kajian ini, dengan mambandingkan dua buah cerpen anak lewat unsur intrinsik karya bertujuan untuk mengetahui kualitas karya sastra yang akan dibaca oleh anak, dalam hal ini adalah cerpen anak.
C. Teori Analisis
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sekaligus mempunyai kaitan yang paling erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang menggunakan konsep dasar struktur. Pendekatan objektif mengindikasikan perkembangan pikiran manusia sebagai evolusi teori selama lebih kurang 2.500 tahun. Evolusi ini berkembang sejak Aristoteles hingga awal abad ke-20, yang kemudian menjadi revolusi teori selama satu abad, yaitu awal abad ke-20 hingga awal abad ke-21, dari strukturalisme menjadi strukturalisme dinamik, resepsi, interteks, dekonstrusi, dan postrukturalisme pada umumnya.
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apa pun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu pada karya sastra itu sendiri. Secara historis, pendekatan ini dapat ditelusuri pada zaman Aristoteles dengan pertimbangan bahwa sebuah tragedi terdiri atas unsur-unsur kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan. Organisasi antar empat unsur itulah yang kemudian membangun struktur cerita yang disebut plot.
Pendekatan objektif dengan demikian memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi. Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut pendekatan otonomi, analisis ergocentric, pembacaan mikroskopi. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam dengan mempertimbangkan keterjalinan antar unsur di satu pihak, dan unsur-unsur dengan totalitas dipihak yang lain.
Masuknya pendekatan objektif ke Indonesia sekitar tahun 1960-an, yaitu dengan diperkenalkannya teori strukturalisme, memberikan hasil-hasil yang baru sekaligus maksimal dalam rangka memahami karya sastra. Pendekatan objektif diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu dan dunia kehidupan manusia, trmasuk mode pakaian dan menu makanan. Pendekatan yang dimaksudkan jelas membawa manusia pada penemuan-penemuan baru, yang pada gilirannya akan memberikan masukan terhadap perkembangan strukturalisme itu sendiri.
Dengan adanya penolakan terhadap unsur-unsur yang ada di luarnya, maka masalah mendasar yang harus dipecahkan dalam pendekatan objektif harus dicari dalam karya tersebut, seperti citra bahasa, stilistika, dan aspek-aspek lain yang berfungsi untuk menimbulkan kualitas estetis. Melalui pendekatan objektif, unsur-unsur intrinsik karya akan dieksploitasi semaksimal mungkin.
Pendekatan objetif juga sering diartikan sebagai pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan, dan memandang karya sastra adalah sesuatu yang berdiri sendiri. Pendekatan yang dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastraa yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek intrinsik makna yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan sebagainya. Penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya.
Telaah struktur yang harus dikaitkan dengan fungsi struktur lainnya yang dapat berupa pararelisme, pertentangan, inverse, dan kesetaraan. Dalam karya seperti cerpen, struktur tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, karakter, setting, point of view. Untuk mengetahui keseluruhan makna, maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu dengan yang lain.
Penilaian objektif berarti menilai suatu karya sastra secara objektif, tidak dengan pendapat pribadi (subjektif). Kriteria utama dalam memberikan penilaian secara objektif itu, menurut Graham Hough dan Wellek Warren adalah pada adanya:
1. Relevansi nilai-nilai eksistensi manusia yang terpapar melalui jalan seni, imajinasi maupun rekaanyang keseluruhannya memiliki kesatuan yang utuh, selaras, serta padu dalam pencapaian tujuan tertentu atau memiliki integritas, harmony, dan unity.
2. Daya ungkap, keluasan, serta daya pukau yang disajikan lewat tekstur serta penataan unsur-unsur kebahasaan maupun struktur verbalnya atau pada adanya consonantia dan klantas.
Dari adanya sejumlah kriteria di atas, memang pada dasarnya seseorang dapat dengan mudah menentukan bahwa sebuah bacaan itu adalah teks sastra. Akan tetapi, satu hal yang harus diingat, bacaan berupa teks sastra itu tidak selamanya mengandung nilai-nilai sastra.
Ada tiga paham tentang penilaian terhadap karya sastra secara objektif, yaitu paham relativisme, absolutisme, dan perspektivisme. Penilaian relativisme menyatakan bahwa bila sebuah karya sastra dianggap bernilai pada suatu waktu dan tempat tertentu, pada waktu dantempat yang lain juga harus dianggap bernilai. Penilaian absolutisme menyatakan bahwa penilaian karya sastra harus didasarkan pada ukuran dogmatis. Sedangkan penilaian perspektivisme menyatakan bahwa penilaian karya sastra harus dilakukan dari berbagai sudut pandang sejak karya sastra itu tercipta sampai sekarang (Pradopo, 1997: 49-51).
Dalam hal ini, karya sastra harus dipandang sebagai sebuah struktur yang berfungsi. Sebagai sebuah karya yang bersifat imajinatif, bisa saja hubungan penanda dan petanda merupakan suatu hubungan yang kompleks.
Di bawah ini adalah beberapa telaah yang diungkapkan oleh kaum strukturalisme :
1. Aristoteles
Telaah diperkenalkan oleh Aristoteles dengan konsep wholeness, unity, complexity, dan coherence. Suatu penilaian dikatakan objektif bila penilaian itu bertolak dari suatu nilai atau konvensi yang terlepas dri segi pembaca. Sehingga, nilai itu adalah nilai yang ada dalam teks sastra, dan nilai yang ada dalam opini pembaca itu sendiri.
2. Taine
Menurut Taine, sastra bukan hanya sekedar karya yang bersifat imajinatif dan pribadi, melainkan dapat pula merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pemikiran tertentu pada saat karya itu dilahirkan.
3. Jacobson
Jacobson merumuskan bahwa karya sastra ungkapan yang terarah pada ragam yang melahirkannya aau fungsi puitik memusatkan perhatiannya pada pesan demi pessan itu sendiri.
4. Ferdinand de Saussure
Pendekatan struktur secara langsung atau tidak langsung sebenarnya banyak dipengaruhi oleh konsep struktur linguistik yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure yang intinya berkaitan dengan konsep sign dan meaning (bentuk dan isi).
5. Luxemburg
Luxemburg memiliki konsep signifiant-signified dan paradigma-syntagma. Pengertiannya adalah tanda atau bentuk bahasa merupakan unsur pemberi arti dan yang diartikan. Dari dua unsur itulah akan dapat dinyatakan sesuatu yang berhubungan dengan realitas. Karena itu, untuk memberi makna atau memberi makna yang tertuang dalam karya sastra, penelaah harus mencarinya berdasarkan telaah struktur yang dalam hal ini terefleksi melalui unsur bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SINOPSIS
1. Sinopsis “Anak Anjing”, Alvina Tanamas
Cerpen ini mengisahkan tentang seorang anak penyayang binatang (anak anjing) yang merasa kecewa pada ibunya, karena dilarang memelihara anjing dirumahnya. Bahkan saat Adinda teman Rini ingin memberikan seekor anak anjing, Rini terpaksa berbohong pada temannya tersebut, karena ia tahu bahwa ibunya tidak akan mengijinkannya.
Ayah Rini yang merasa iba melihat kesedihan Rini, mempunyai ide untuk mengatasi masalah anaknya tersebut. Rini yang senang dengan pendapat ayahnya segera meminta anak anjing pada Adinda yang dulu pernah ditolaknya. Lalu bersama ayahnya ia pergi ke rumah Felix, yang bermaksud menitipkan anak anjingnya.
Felix yang ternyata pecinta anak anjing juga, menerimanya dengan senang hati. Setiap hari Rini pergi ke rumah Felix untuk menengok blacky, anak anjing berwarna hitam yang ia sayangi.
2. Sinopsis “Untuk Pak Guru”, Agung Sumedi
Cerita persahabatan antara Bondan dan Parto yang sibuk menyiapkan oleh-oleh buah jambu dan mangga yang rencananya akan dibawa sebagai oleh-oleh saat menjenguk Pak Joko, guru olahraga disekolahannya yang menurut berita beliau mendapatkan musibah kecelakaan lalu lintas.
Canda mengiringi perjalanan mereka berdua. Parto berharap, kedatangannya ini akan membuat Pak Joko menjadi sayang kepada mereka, sebaliknya Bondan justru menasehati temannya ini karena menurutnya Parto pamrih dan itu tidak baik.
Benar halnya, sesampai dirumah Pak Joko, ternyata sudah berkumpul pula teman-teman yang lain, yaitu Norman, Slamet, Ucok dan Haris. Parto yang merasa sedikit kecewa karena merasa telah terdahului, kembali mendapat teguran dari Bondan.
Pak Joko menerima kedatangan mereka dengan baik, serta rombongan lain bersama ibu guru perwakilan dari sekolah yang juga datang setelah Bondan dan Parto tadi. Pak Joko akhirnya menggelar beberapa tikar karena tempat duduk yang tidak mencukupi dan oleh-oleh yang dibawakan murid-muridnya ini di taruh di tengah seperti orang yang sedang selamatan.
Pak Joko bermaksud memang ingin berselamatan. Karena memang hari ini bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Riuh tawa memenuhi seisi ruangan karena kegembiraan ini. Pak Joko yang bersyukur, karena musibah yang di alaminya membawa hikmah dan berkah yang membuatnya senang.
B. Hasil Analisis
1. Cerpen “Anjing Kesayangan” (Alvina Tanamas)
a. Penokohan
Ø Rini
Tokoh yang menggambarkan seorang anak-anak ini merupakan tokoh utama dengan sudut pandang orang ke-tiga yang berwatakkan periang. Namun ia menjadi sedih saat ia dilarang memelihara seekor anak anjing. Ia adalah seorang pencinta binatang, ia juga anak yang mudah iri. Seperti dalam kutipan:
“ Tetapi, karena ibunya melarang Rini memelihara hewan. Rini pun merasa sedih, ia iri melihat teman-temannya mempunyai hewan peliharaan”.
Biar pun begitu, Rini adalah seorang tokoh anak yang berbakti dan patuh kepada orang tuanya. Ini dapat diketahui dari Rini yang rela berbohong pada temannya, Adinda bahwa tidak ada tempat untuk kandang anak anjingnya, padahal sebenarnya ia tidak ingin ibunya memarahinya.
Ø Ibu Nanda ( Ibu Rini )
Tokoh ibu di sini sebagai tokoh antagonis,yaitu tokoh yang melawan atau memberikan rintangan pada tokoh utama (protagonis), sehingga memunculkan sebuah konflik dalam cerita. Hal ini dapat tergambar dari sang ibu yang melarang kesenangan anaknya (Rini) untuk memelihara seekor anjing. Padahal Rini sangat menyukai hewan anjing. Dari pertentangan ini dapat di ketahui bahwa ibu memiliki watak keras dan disiplin.
“ Suatu hari anjing Adinda, temannya melahirkan dan ia ingin memberikannya pada Rini. Tapi ibu Rini melarangnya.”
Ø Ayah Rini
Sementara tokoh ayah adalah kebalikan dari tokoh ibu. Ayah merupakan tokoh protagonis sebagai pembantu atau penolong tokoh utama. Tokoh ayah bersifat perhatian pada anaknya, baik, tidak tega melihat kesedihan Rini, pintar dalam mengatasi sebuah masal, yakni dengan mencari cara agar Rini senang karena bisa memelihara seekor anak anjing yang diinginkannya, tanpa membuat Rini dimarahi oleh sang ibu.
“...ayah Rini merasa kasihan dengan anaknya.”
“ Rini, kau boleh memelihara anak anjing, tapi kita harus menitipkannya ke rumah temanmu, kamu mau?”
Ø Adinda
Adinda adalah teman Rini yang baik, murah hati dengan berniat akan memberi Rini seekor anak anjing, ketika anjing peliharaannya melahirkan.
Ø Felix
Teman Rini yang lain ini merupakan tetangganya yang baik. Ia juga pencinta binatang peliharaan (anjing) seperti halnya Rini. Ia juga mempunyai jiwa pahlawan dan sifat penolong, yaitu menolong Rini saat ingin menitipkan anak anjing peliharaannya kepada Felix.
“Felix pun menerima dengan senang hati, karena ia pun menyukai anak anjing.”
b. Alur
Penceritaan / jalan cerita ini adalah maju, tanpa adanya backtracking atau kilatan-kilatan seperti cerpen-cerpen pada umumnya. Namun, justru hal inilah yang merupakan tanda bahwa cerita itu dikatakan baik, yaitu dengan membuat jalan cerita yang sederhana. Karena jika kilatan-kilatan atau tarikan-tarikan ke belakang dalam sebuah cerita anak sering ditampilkan, hanya akan membuat sang anak yang membacanya menjadi tidak mengerti dan bingung.
c. Setting/ Latar
Tempat terjadinya suatu peristiwa dalam cerita ini tidak di jelaskan secara gamblang oleh penulis. Kepolosan dari penulis mungkin yang tercermin dari cerpen ini.
Namun, tentang latar ini dapat kita cari dengan menghubungkan isi dalam teks atau makna dari setiap jalan cerita dengan logika kenyataan. Seperti dalam teks berikut:
“...adalah seorang anak yang sangat mencintai anjing kecil. Tetapi karena ibunya melarang Rini memelihara hewan, Rini pun merasa sedih.”
Dari kutipan ini, dapat di terka bahwa cerita ini berlatar belakang di lingkup keluarga Rini atau hanya berada di lingkungan rumahnya. Hasil ini dapat lebih diperkuat lagi dari kutipan yang lain:
“Lalu ayah Rini dan Rini pergi kerumah Felix, tetangganya.”
Penjelasan ini menambah bukti bahwa cerita ini memang benar adanya hanya berkisar di sekitar lingkungan rumah keluarga Rini. Karena dengan menghubungkan dengan logika kenyataan, “tetangga” merupakan kata yang berarti teman/ rumah yang dekat dengan rumah sendiri, atau lingkungan yang terdekat setelah lingkungan keluarga.
2. Cerpen “Untuk Pak Guru” oleh: Agung Sumedi
a. Penokohan
Ø Bondan
Tokoh utama sudut pandang orang ke-tiga ini memiliki perwatakan yang baik, tidak pamrih dalam melakukan sesuatu untuk orang lain, serta bijaksana. Watak ini di ketahui dari dialog Bondan saat menegur temannya, Parto.
“ Hush, ngawur saja kamu! Itu tandanya kamu tidak ikhlas dengan apa yang kamu sampaikan padanya. Seperti pepatah: ada udang di balik batu.”
Selain itu, Bondan juga berwatak pintar, cerdas dan pengertian, karena ia merencanakan membawakan oleh-oleh untuk Pak Joko, gurunya yang ingin ia jenguk karena sedang tertimpa musibah.
“ Mudah-mudahan beliau lekas sembuh, dan bisa mengajar kita lagi.”
“ Bondan dan Parto yang tidak seberapa jauh rumahnya dengan tempat tinggal Pak Joko, hari itu telah sepakat menjenguknya.”
Ø Parto
Parto dalam cerita ini juga bisa di kategorikan sebagai tokoh utama, karena pengarang yang selalu memunculannya bebarengan dengan Bondan. Berbeda dengan Bondan, Parto memiliki sifat yang lebih urakan, pamrih/ mengharap balasan.
“Dan mudah-mudahan juga, kelak bila kita ulangan di beri nilai delapan.”
Namun, di balik beberapa kejelekan sifatnya, ia tetap mau saling menolong dengan Bondan. Ia juga masih mempunyai rasa perhatian terhadap gurunya dengan ikut menjenguknya.
Ø Pak Joko
Seorang guru yang karena kebaikannya, ia menjadi disayangi oleh murid-muridnya. Hal ini dapat di lihat dari teks, saat murid-muridnya menjenguk Pak Joko di rumahnya, sampai-sampai ia menggelar tikar karena tempat duduknya tidak mencukupi. Jika Pak Joko ini seorang yang kurang disenangi, maka tidaklah sebanyak itu tamu yang datang menjenguknya.
“ Karena tempat duduk tidak mencukupi, mereka semua akhirnya duduk melingkar di tikar.”
“ Terpaksa Pak Joko menggelar sejumlah tikar untuk menerima kehadiran tamu-tamu kecil, muridnya itu.”
Tokoh Pak Joko juga meupakan tokoh yang berkarakter tabah dan berpikiran jernih saat menghadapi musibah. Ia bisa mengambil hikmah baik dari musibah kecelakaan yang ia alami. Pak Joko adalah sosok periang yang suka bercanda seperti dalam kutipan:
“Saya merasa, kecelakaan kecil yang menimpa saya ini, membawa berkah. Kebetulan sekali tepat hari ini adalah hari ulang tahun saya. Maka hari ini pula lah saya merayakannya dan saya beri tema bah-wa-kah yang artinya: musibah yang membawa berkah.”
Ø Norman, Slamet, Ucok, Haris, Ibu Guru
Tokoh-tokoh ini hanyalah tokoh tambahan yang berfungsi sebagai penjelas tokoh utama. Kehadirannya dalam cerita ini juga sebagai variasi pengarang saja agar cerita menjadi menarik, serta berhasil memberikan suatu konflik dalam cerita.
b. Alur
Kisah dalam cerpen anak berjudul “Untuk Pak Guru” ini bergerak maju. Dari teks cerita dapat di ketahui, jalan cerita dari rencana Bondan dan Parto yang ingin menjenguk Pak Joko gurunya, sampai cerita saat bertemu Pak Joko, hingga berakhir ketika kepulangan Bondan dan Parto dari menjenguk gurunya.
Dari situlah sebagai tanda bahwa cerita ini beralur maju. Tidak adanya pengulangan adegan dalam cerita, atau mengisahkan masa lalu/ kenangan menjadikan bukti lain dari alur cerita ini.
c. Setting/ Latar
Berbeda dengan cerita sebelumnya “Anjing Kesayangan”, unsur latar dari cerpen “Untuk Pak Guru” ini sudah jelas sekali dapat ditemukan di dalam teks cerita. Sehingga lebih memudahkan dalam menentukan dimana saja tempat terjadinya peristiwa cerita.
“ Bondan sedang mengumpulkan mangga-mangga perolehannya di kebun ketika Parto mencarinya.”
“ Setiba di tempat kediaman Pak Joko ternyata sudah ada teman-temannya yang lain...”
“ Bagus. Sekarang bantu aku dulu mencuci mangga- mangga ini di sumur. Dan yang pecah itu bisa kamu makan.”
Dari kutipan-kutipan teks cerita di atas telah jelas di terangkan latar kejadian/ peristiwa dalam cerita adalah, (1) Di kebun saat awal cerita Bondan sedang mengumpulkan mangga perolehannya, (2) Di sumur, saat Bondan dan Parto mencuci mangga tersebut dan (3) Di tempat kediaman Pak Joko, sebagai akhir dari cerita yang menggambarkan Bondan dan Parto bersama teman-temannya yang lain saat menjenguk gurunya, berubah menjadi pesta ulang tahun Pak Joko.
C. Hasil Perbandingan
Dari hasil analisis kedua cerpen anak diatas, maka selanjutnya akan dilakukan perbandingan, sehingga akan memperlihatkan bagaimana kualitas masing-masing karya tersebut.
Baik cerpen “Anjing Kesayangan” maupun “Untuk Pak Guru” pada dasarnya masing-masing mempunyai kesamaan dalam unsur tema. Pada cerpen Anjing Kesayangan”, pada intinya penulis mengangkat sebuah tema pertemanan, yaitu: (1) pertemanan Rini dengan teman sebaya Adinda dan Felix, (2) Rasa sayang Rini pada anak anjing peliharaannya, sudah seperti hubungan pertemanannya dengan teman-temannya. Sama halnya dengan cerpen “Untuk Pak Guru” yang sudah jelas bertemakan pertemanan antara Bondan dan Parto.
Selain itu dari unsur-unsur lain, (1) penokohan, kedua cerpen sama-sama menggunakan gambaran seorang anak-anak sebagai tokoh utama dan orang dewasa sebagai tokoh tambahan. (2) Dari unsur alur, memang sedikit berbeda. Cerpen “Anjing Kesayangan”, penulis lebih memperlihatkan kesederhanaan dalam membuat jalan cerita, karena penulis masih anak kelas 4 SD. Sedangkan dari cerpen “Untuk Pak Guru” jalan cerita lebih banyak di bumbuhi dengan variasi-variasi. Namun, pada intinya alur kedua cerpen tetap sama, yaitu beralur maju. (3) unsur setting/ latar, terjadi perbedaan terletak dalam analisis setting/ latar ini. Latar terjadinya peristiwa dalam cerita cerpen “Anjing Kesayangan” seperti tidak di hiraukan oleh penulis. Sesuatu yang benar-benar menggambarkan watak kepolosan dari seorang anak-anak. Hal ini di tandai dengan tidak di terangkannya latar cerita secara jelas, tidak seperti pada cerpen “Untuk Pak Guru” yang mengungkap latar atau tempat terjadinya peristiwa cerita secara jelas. Penulis seakan memikirkan betul faktor latar ini dengan menampilkannya dalam cerita yang bertujuan agar anak yang membaca menjadi mudah dalam memahami dan menentukan di mana letak terjadinya peristiwa dalam cerita.
Seperti inilah kira-kira hasil perbandingan antara cerpen “Anjing Kesayangan” karya Alvina Tanamas, kelas 4 SD, dengan cerpen “Untuk Pak Guru” karya Agung Sumedi, guru SMK N 1.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang sudah di jelaskan pada pembahasan sebelumnya, rangkaian analisis ini bertujuan untuk mengetahui kualitas cerpen tersebut benar-benar baik untuk di baca anak-anak atau tidak. Analisis ini dilakukan karena memang dunia anak sangatlah berbeda dengan dunia orang dewasa. Maka dari itu, sebelum kita memberikan penceritaan pada anak-anak, sebaiknya kita perlu mengetahui kualitas karya sastra yang akan di baca oleh anak. Karena batasan-batasan pada karya sastra anak memang sangat di perlukan, sehingga anak benar-benar bisa mengerti dan memahami karya tersebut. Dan karya itu sendiri akan memberikan dampak positif tentunya bagi sang anak.
Setelah analisis dan membandingkan cerpen anak “Anjing Kesayangan” dengan “Untuk Pak Guru” dilakukan, dapat di tarik kesimpulan bahwa masing-masing cerpen ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun, pada dasarnya kedua cerita anak yang di kaji ini memiliki kualitas yang cukup baik, yaitu pantas untuk dibaca oleh anak-anak. Karena masing-masing cerita bersifat sederhana, tokoh yang memang seorang anak-anak, alur yang tidak rumit, serta latar tempat yang jelas menjadi bahan perhitungan dalam menentukan kualitas cerpen ini.
Cerpen ini akan menjadi sebuah citraan yang baik bagi anak-anak. Dan sang anak juga tidak akan menemukan kesulitan dalam memahami cerita ini, karena cerita ini memang layak untuk di baca oleh anak-anak.
Begitu pula untuk para penulis/ pengarang karya sastra, khususnya karya sastra anak, semoga analisis ini akan menjadi bahan pelajaran yang bermanfaat, serata tidak lupa akan menjadikan suatu pertimbangan dalam membuat atau menentukan kelayakan sebuah karya sastra yang ditujukan untuk anak-anak.
Nama Saya Alvina, pertama-tama, saya cukup tertarik dengan analisis anda terhadap cerita yang saya buat saat saya masi berumur muda. Dengan saya membaca blog ini, anda telah memberi tahu saya berbagai kelemahan dan kelebihan dari cerita itu. Saya sangat berterima kasih kepada anda karena telah menyadarkan saya dan membuat saya menjadi lebih baik lagi. hehe
BalasHapustolong diberitahu referensinya
BalasHapus